Belakangan ini banyak dibangun INFRASTRUKTUR, atau prasarana kota dan wilayah. Prasarana kota yang menonjol belakangan ini a.l. MRT, selanjutnya mungkin LRT. Selain itu, sebelumnya juga telah dibangun jalan raya berskala wilayah (jalan regional) sepanjang Pantura.
Terbangunnya infrastruktur tersebut segera direspons oleh banyak pihak dengan rencana pembangunan kawasan permukiman, kawasan perdagangan (pertokoan), bahkan kawasan industri. Hal ini tampak pada iklan-iklan real-estate, kawasan permukiman, pertokoan (mal), yang dalam iklannya menyebut, menggambarkan lokasinya "dekat gerbang Tol", "dekat stasiun LRT."
Dengan meningkatnya akses transportasi, dengan sendirinya "nilai lahan"nya juga akan naik. Naiknya nilai/value lahan akan diikuti dengan naiknya "HARGA LAHAN" ("LAND PRICE"). Hal ini perlu diantisipasi. Timbul pertanyaan siapa yang paling diuntungkan dengan maraknya pembangunan infrastruktur tersebut?
Jangan sampai, meningkatnya akses, naiknya harga lahan, hanya dinikmati sekelompok orang saja. Bahkan pada gilirannya akan menaikkan harga lahan/tanah yang harus dibayar oleh Pemerintah, dalam penyediaan saran pelayanan publik berikutnya.
Untuk itu perlu dicari skema, agar semua pihak dapat keuntungan dari investasi infrastruktur tersebut. Antara lain: Pertama, kalau mungkin dapat diterapkan semacam skema sharing, atau DEVELOPMENT FEE, bagi pengembang yang diuntungkan adanya proyek infrastruktur tersebut, tanpa membebani penduduk setempat. dan skema lainnya yang lebih adil. Kedua, agar akses yang meningkat tsb. bisa dinikmati oleh lebih banyak masyarakat menengah-ke-bawah, dapat dibangun Rusunami, Rusunawa, di sekitar mulut infrastruktur yang dibangun tsb. (?)
Systems Thinking - Pola-1: LIMITS to GROWTH, Perubahan pada Wilayah/Kota
2 tahun yang lalu