Kamis, 11 Juli 2019

Pembangunan Infrastruktur, dan Manfaat Naiknya Nilai Lahan

Belakangan ini banyak dibangun INFRASTRUKTUR, atau prasarana kota dan wilayah. Prasarana kota yang menonjol belakangan ini a.l. MRT, selanjutnya mungkin LRT. Selain itu, sebelumnya juga telah dibangun jalan raya berskala wilayah (jalan regional) sepanjang Pantura.

Terbangunnya infrastruktur tersebut segera direspons oleh banyak pihak dengan rencana pembangunan kawasan permukiman, kawasan perdagangan (pertokoan), bahkan kawasan industri. Hal ini tampak pada iklan-iklan real-estate, kawasan permukiman, pertokoan (mal), yang dalam iklannya menyebut, menggambarkan lokasinya "dekat gerbang Tol", "dekat stasiun LRT."

Dengan meningkatnya akses transportasi, dengan sendirinya "nilai lahan"nya juga akan naik. Naiknya nilai/value lahan akan diikuti dengan naiknya "HARGA LAHAN" ("LAND PRICE"). Hal ini perlu diantisipasi. Timbul pertanyaan siapa yang paling diuntungkan dengan maraknya pembangunan infrastruktur tersebut?

Jangan sampai, meningkatnya akses, naiknya harga lahan, hanya dinikmati sekelompok orang saja. Bahkan pada gilirannya akan menaikkan harga lahan/tanah yang harus dibayar oleh Pemerintah, dalam penyediaan saran pelayanan publik berikutnya.

Untuk itu perlu dicari skema, agar semua pihak dapat keuntungan dari investasi infrastruktur tersebut. Antara lain: Pertama, kalau mungkin dapat diterapkan semacam skema sharing, atau DEVELOPMENT FEE, bagi pengembang yang diuntungkan adanya proyek infrastruktur tersebut, tanpa membebani penduduk setempat. dan skema lainnya yang lebih adil. Kedua, agar akses yang meningkat tsb. bisa dinikmati oleh lebih banyak masyarakat menengah-ke-bawah, dapat dibangun Rusunami, Rusunawa, di sekitar mulut infrastruktur yang dibangun tsb. (?)

Sabtu, 27 Mei 2017

MEIKARTA



Munculnya iklan newtown "Meikarta" pada bulan Mei 2017 secara mencolok mata, 3-4 halaman penuh. Foto-foto kota modern bak di lorong-lorong pencakar langit di district Manhattan, NewYork. Padahal ini di Kabupaten Bekasi.
Segera perhatian masyarakat tersedot ke situ, tak terkecuali para planner Perencana Wilayah dan Kota (PWK). 
Komentar cepat: Apakah ini tidak menyalahi RTRW? Pertanyaan ini belum terjawab, namun chatting langsung bernada penyesalan, mengapa pemerintah, para perencana bisa "kecolongan" lagi.
Daripada ikut memperkeruh chatting WAG, saya memilih bertanya kepada yang berwenang dalam pengendalian tata-ruang di negeri ini. 
Penjelasan yang saya dapat: "Meikarta itu lebih seperti iklan dari kawasan permukiman dan industri yang sudah ada izin lokasi sebelumnya". Dengan sedikit penggabungan dari beberapa kawasan berizin di sekitarnya.
Dari pengamatan atas iklan-iklan yang ditayangkan sepertinya memang tidak ada peruntukan yang di luar peruntukan yang kontras beda. Masih sekitar perkantoran dan hunian. Hanya lebih menonjolkan CBD modernnya. Kurang menonjolkan nuansa hijau, seperti kebanyakan iklan properti, padahal wilayah Kabupaten Bekasi tergolong panas. (Risfan Munir)

Sabtu, 11 Juni 2016

MAGNET JABODETABEK

Medan magnet yang dimiliki metropolitan Jabodetabek masih sangat kuat. Daya tarik ekonomi sebagai ibukota dan pusat kegiatan jasa, pusat konsumen yang besar dan berdaya beli yang kuat, masih sangat dominan. Ini menyebabkan investasi, pembangunan fisik terkonsentrasi di Jabodetabek.
Tentu saja kota-kota metropolitan lain seperti Surabaya, Medan, Bandung Raya, Makasar, dan kota-kota besar juga berkembang. Tapi belum dapat sepenuhnya mengimbangi pertumbuhan Jabodetabek. (Risfan Munir)

Sabtu, 17 Januari 2015

Agraria, Tata Ruang

Hadirnya term Agraria, Tata Ruang (ATR) mengingatkan saya bhw:

Ruang adalah tanah (air, udara)
tanah adalah tempat hunian dan bekerja
ada warga yang memiliki tanah,
ada yang tak punya tanah

Saya bertanya pada diri -
sudah pedulikah dalam merencana
kepada warga yang tak punya tanah?

RM.01.16.15


Powered by Telkomsel BlackBerry®

Kamis, 20 Mei 2010

Ekonomi Perkotaan: Supply-chain Management untuk Fokus Cluster UMKM

Membahas ekonomi perkotaan, mau tak mau membahas aspek supply-chain managament nya juga. Pada intinya di antara Produsen - Marketer - Buyer ada mata rantai (supply-chain) dari hulu (A hingga hilir (X). Anggap saja Y, Z nya di luar negeri. Dalam setiap produk/industri tentu ada pemain A s/d X nya.

Bagi produsen A, buyernya kan B, C, sementara bagi C buyernya kan D,E, dst. Jadi mengenal selera pasar sesungguhnya ya bisa secara langsung memantau, mendata, menanyakan apa kebutuhan/permintaa n buyer langsung itu. Mungkin istilahnya bukan "budaya" konsumen, tetapi "selera dan perilaku".

Kalau mau mengembangkan usaha, added-value, produsen A akan menangani juga kegiatan si B, C (integrasi ke depan), atau si F mengambil porsi kegiatan D,E (integrasi ke belakang). Maka dalam pembentukan cluster biasanya range tertentu diambil, misalnya A-D sebagai lingkup usaha nya (misal kayu - penggergajian- pengolahan - komponen - mebel - packaging). Sehingga kalau dulu Fadel Muhammad bilang Gorontalo memfokuskan unggulannya pada Jagung, artinya Gorontalo mengembangkan budidaya tanam Jagung, berikut mata-rantai hingga hilirnya.

Jadi mungkin tidak serumit yang Pak Eka bayangkan. Kalau soal fashion, setahu saya dua sisi: (1) mempelajari perilaku pembeli, tetapi juga (2) "mengedukasi pembeli". Ada trend mode yang mungkin"diciptakan" oleh para trend setter. Seperti kita akhirnya merokok rokoknya cowboy, bukan karena budaya kita kayak Wildwest, tapi karena di-frame oleh ahli pemasaran/iklan.

Dari pengalaman waktu bekerja di perusahaan pengalengan nenas (pineapple), sebagai field manager saya ngurusi area kebun dan kegiatannya. Di perusahaan ada "Planning Network (Planet)" yang merupakan sarana komunikasi perencanaan dari "kebun - pabrik - marketing" . Dari induk Planet di kantor pusat di Taiwan menjelang musim tanam selalu ada info pasar yang didapat dari outlets nya. Intinya komposisi permintaan (yang laku dan musiman), yaitu: berapa % nenas potongan kecil, melintang (lingkaran, 1/2 lingkaran), membujur, dst. Hal ini ditindak lanjuti oleh orang kebun dengan pemilihan area tanam, kedalaman bajak, dan jenis bibit, apakah dari Subang, Palembang, atau Sumut. Dalam hal ini yang dipelajari ialah perilaku permintaan, kuantitatif, kualitatif, dan updating permintaan ini dilakukan terus, tidak mengandalkan pola statistik umum.

Sekali pada range mana dari supply-chain yang akan difokuskan untuk pengembangan klaster UMKM (SME clusters) dalam pengembangan ekonomi perkotaan, atau pengembangan ekonomi lokal secara umum. [Risfan Munir]

Rabu, 19 Mei 2010

Ekonomi Perkotaan - Kongres FIABCI dan Kampanye Green Development

Real-estate adalah sektor yang menentukan ekonomi perkotaan dan pengembangan lahan perkotaan, karena itu layak diikuti Kongres FIABCI mendatang. FIABCI (Fedration Internationale des Adminstrateurs de Biens Conseils et Agent Immobiliers) Dunia ke-61 di Bali pada tanggal 28 Mei 2010. Kongres kali ini bertemakan "Save the World: Green Shoots for Sustainable Real Estate", Indonesia baru pertama kali menyelenggarakan kontes untuk diikutkan dalam lomba dunia, sementara negara-negara tetangga seperti Malaysia sudah 27 kali.
Event ini tentunya strategis dalam memperkenalkan Indonesia dan menunjukkan komitmen Indonesia dalam kampanye green urban development (pembangunan perkotaan berwawasan lingkungan). Promosi seperti ini diharapkan dapat menarik investor, khususnya dalam pembangunan perkotaan untuk menenm modal di Indonesia.

Salah satu agenda yang menarik adalah kompetisi desain. Untuk itu FIABCI Indonesia telah melakukan seleksi. Sesuai yang diberitakan Kapanlagi, hasilnya dari 34 nominasi telah dipilih 8 pemenang untuk diikut sertakan dalam kompetisi tingakat dunia. Adapun delapan pemenang yang akan ikut ajang kompetisi dunia di Bali meliputi: 1. Bekasi Timur Regency kategori RSH, 2. Jakarta Garden City kategori Rumah Menengah 3. Grand Orchad kategori Rumah Mewah, 4. Apartemen Mediterania kategori Apartemen Menengah, 5.The Pakubuwono Residence kategori Apartemen Mewah, 6. Residence 28 kategori Town House, 7. Alam Sutera kategori kawasan 8. Gedung Menara Karya kategori perkantoran.

Penghargaan ini tidak sekadar ajang beauty contest karena seluruh proyek dinilai berdasar kreiteria standard international yang ditetapkan oleh FIABCI, seperti: architecture and design, development and construction, financial and marketing, termasuk juga community benefits and environmental impact, dst.

Sebagai salah satu komponen utama ekonomi perkotaan dan pembangunan kota umumnya, tentu layak diharapkan event ini juga bisa menginspirasi pembangunan perkotaan berwawasan hijau (green urban development) di Indonesia. (Risfan Munir)

Ekonomi Perkotaan: Pengembangan Klaster sesuai Core Competence

Membahas Ekonomi Perkotaan sebagaimana dalam konsep pengembangan ekonomi lokal, khususnya tentang klaster UMKM, kuncinya antara lain:
(1) adanya core competence, keterampilan kelompok yang sudah berwujud sistem produksi dan berlangsung cukup lama, respons pasar yang membuktikan;
(2) adanya kerjasama, keterkaitan antara peran, komponen, pelaku, baik dalam mata rantai supply-chain hulu-hilir, maupun penunjangnya (lembaga keuangan, pendidikan, penelitian, dukungan pemerintah, asosiasi, dst);
(3) networking, modal sosial atau apapun namanya yang "merekatkan" mereka untuk kerjasama dalam kelompok, maupun dengan pelaku di luar (buyer, exporter, supplier, juragan, pembina, dst);
(4) sarana dan prasarana, baik menyangkut sistem produksi, utilitas, transportasi, pergudangan (untuk komoditas tertentu), ruang pamer (di lokasi, di Jakarta atau pusat kunjungan orang.

Dari pengalaman saya mendampingi aneka produk klaster di beberapa daerah di 8 provinsi, memang tiap klaster punya kekhasan selain produknya, untuk produk yang sama antar daerah pola hubungan "buyer - pedagang - pengusahan - pengrajin" nya bisa beda-beda. Makanya bagi fasilitator dari luar mesti hati-hati dan cermat memahami situasinya.

Awalnya saya beraggapan memprioritaskan kelompok yang punya organisasi formal, misal koperasi. Tapi di beberapa tempat, justru organisasi yang ada biang keroknya. Sebaliknya para tengkulak biar bagaimana ternyata mereka motornya. Jadi stakeholders mapping serta kualitas aktualnya mesti dipelajari.

Kalau aspek seni, pegangan saya pendapat alm Bagong Kusudiharjo, Garin Nugroho. Dua budayawan ini mengatakan seni itu ada tiga jenis: Klasik, Kontemporer, Pop. Klasik adalah yang menjaga pakem keaslian. Harus dilestarikan, tapi perlu biaya. Kedua, kontemporer yaitu yang eksperimental, mencoba kreasi baru, komposisi baru, justru 'membebaskan diri dari pakem'. Ketiga, pop, laris manis, walau bukan berarti tak berkualitas. Novel "Lasykar Pelangi" mungkin masuk pop tapi berkualitas. Ini yang menghidupi kesenian dan sistem produksinya.
Kalau mengambil contoh mebel, berapa persen sih dari kita yang pakai mebel kayu, berapa persen antik? Orang kota dengan berbagai alasan kebanyak pilih yang simpel, praktis sesuai kebutuhan dan situasi rumah. Batik tulis asli harganya ratusan ribu atau jutaan, kita umumnya pakai cap paling banter. Juga kain songket, ulos, para produsen sadar bahwa produk ini hanya dipakai pesta adat setahun 1-2 kali saja.

Mengenai strategi marketing nya, perlahan kita perkenalkan strategi STP (segmenting, targeting, positioning) . Segmen mana mau dilayani, target dalam segmen itu, dan positioning yang membedakannya dari pesaing baik soal desain khas, harga, pendekatan.

Tapi concern utama dalam fasilitasi, selain pertumbuhan dan perkembangan, juga keadilan bagi umumnya UMK dan pengrajinnya. Dengan pertimbangan ini diharapkan pengembangan Ekonomi Perkotaan, atau Pengembangan Kota umumnya akan bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan, serta berkeadilan. [Risfan Munir, perencana wilayah & kota, pengembangan ekonomi lokal, dan manajemen pelayanan publik]