Membahas ekonomi perkotaan, mau tak mau membahas aspek supply-chain managament nya juga. Pada intinya di antara Produsen - Marketer - Buyer ada mata rantai (supply-chain) dari hulu (A hingga hilir (X). Anggap saja Y, Z nya di luar negeri. Dalam setiap produk/industri tentu ada pemain A s/d X nya.
Bagi produsen A, buyernya kan B, C, sementara bagi C buyernya kan D,E, dst. Jadi mengenal selera pasar sesungguhnya ya bisa secara langsung memantau, mendata, menanyakan apa kebutuhan/permintaa n buyer langsung itu. Mungkin istilahnya bukan "budaya" konsumen, tetapi "selera dan perilaku".
Kalau mau mengembangkan usaha, added-value, produsen A akan menangani juga kegiatan si B, C (integrasi ke depan), atau si F mengambil porsi kegiatan D,E (integrasi ke belakang). Maka dalam pembentukan cluster biasanya range tertentu diambil, misalnya A-D sebagai lingkup usaha nya (misal kayu - penggergajian- pengolahan - komponen - mebel - packaging). Sehingga kalau dulu Fadel Muhammad bilang Gorontalo memfokuskan unggulannya pada Jagung, artinya Gorontalo mengembangkan budidaya tanam Jagung, berikut mata-rantai hingga hilirnya.
Jadi mungkin tidak serumit yang Pak Eka bayangkan. Kalau soal fashion, setahu saya dua sisi: (1) mempelajari perilaku pembeli, tetapi juga (2) "mengedukasi pembeli". Ada trend mode yang mungkin"diciptakan" oleh para trend setter. Seperti kita akhirnya merokok rokoknya cowboy, bukan karena budaya kita kayak Wildwest, tapi karena di-frame oleh ahli pemasaran/iklan.
Dari pengalaman waktu bekerja di perusahaan pengalengan nenas (pineapple), sebagai field manager saya ngurusi area kebun dan kegiatannya. Di perusahaan ada "Planning Network (Planet)" yang merupakan sarana komunikasi perencanaan dari "kebun - pabrik - marketing" . Dari induk Planet di kantor pusat di Taiwan menjelang musim tanam selalu ada info pasar yang didapat dari outlets nya. Intinya komposisi permintaan (yang laku dan musiman), yaitu: berapa % nenas potongan kecil, melintang (lingkaran, 1/2 lingkaran), membujur, dst. Hal ini ditindak lanjuti oleh orang kebun dengan pemilihan area tanam, kedalaman bajak, dan jenis bibit, apakah dari Subang, Palembang, atau Sumut. Dalam hal ini yang dipelajari ialah perilaku permintaan, kuantitatif, kualitatif, dan updating permintaan ini dilakukan terus, tidak mengandalkan pola statistik umum.
Sekali pada range mana dari supply-chain yang akan difokuskan untuk pengembangan klaster UMKM (SME clusters) dalam pengembangan ekonomi perkotaan, atau pengembangan ekonomi lokal secara umum. [Risfan Munir]
Systems Thinking - Pola-1: LIMITS to GROWTH, Perubahan pada Wilayah/Kota
2 tahun yang lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar