Kuda Mati
Ada pertanyaan kepada seorang developer dulu, mengapa ia lebih suka mengurusi lahan-lahan yang tak jelas surat dan kepemilikannya, risiko sengketa tinggi. Jawabannya, "Kalau kita menangani lahan dengan surat hak kepemilikan yang jelas, itu bukan bisnis namanya, jual beli biasa aja. Gak ada untung, cuma komisi." Bisnis lahan adalah ibarat "menghidupkan kuda mati", kalau kuda mati itu jadi hidup maka itulah bisnis lanjutnya.
Lahan perkotaan potentially nilainya sangat tinggi, namun lahan kosong yang sangat luas sudah sulit didapat. Yang ada kebanyakan lahan terbengkalai karena sengketa milik, bekas rawa yang terjebak, pergudangan tua, kuburan tua, bahkan lahan yang dihuni perkampungan 'liar', dst.
Dalam bahasa lebih halus, ini bisa disebut proses formalisasi. Masih ingat pengertian "real property", yaitu lahan dan kumpulan hak-hak di atasnya. Maka lahan kusut, informal tersebut bagaikan "mutiara dalam lumpur" yang kalau pandai mengosoknya akan menjadi permata yang sangat tinggi nilai dan harganya. Menjadi real property perkotaan.
Proses konversi dari informal ke formal ini memerlukan pendekatan mulai dari pendekatan informal pula. Ini menyangkut jaringan 'intel' alias calo-calo yang memerlukan kesabaran dalam memilah dan memilih. Menemukan siapa pemilik atau pemegang hak yang sesungguhnya adalah seni tersendiri. Selanjutnya mendapatkan persetujuannya untuk menjual. Persetujuan lebih rumit kalau ternyata pemiliknya adalah keluarga, ahli waris yang terpecah. Merupakan proses panjang berliku sebelum menuju proses hukum (formalisasi) melalui notaris dan BPN yang cukup panjang.
Proses konversi lahan informal menjadi lahan formal perkotaan atau properti ini adalah proses added value yang melejitkan nilai dan harganya. Bahkan seringkali menjadi windfall, bak hujan durian keuntungannya.
Ibarat tambang minyak, ada deposit potensial yang mudah dan murah eksploitasinya, yang layak di harga minyak normal. Tapi ada yang sulit eksplotasinya, tapi jadi layak tatkala harga minyak tinggi. Lahan informal yang sulit, risiko sengketa tinggi, bisa menjadi layak saat kebutuhan dan harga properti sedang melonjak.
Banyak properti masyarakat dan pemerintah kota yang terbengkalai, menjadi hidden aset, kadang masalah (kumuh). Kalau itu bisa rapihkan, akan menjadi aset yang tak ternilai harganya. Yang dibutuhkan adalah imajinasi, visi pembangunan ke arah mana, lalu site marketing. Parallel dengan itu diselesaikan proses formalisasi dari sisi hukumnya. (copyright by Risfan Munir)
Systems Thinking - Pola-1: LIMITS to GROWTH, Perubahan pada Wilayah/Kota
2 tahun yang lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar