Di dunia Real Estate, dikenal istilah (pinjam bhs literatur dulu ya) ‘land’, real estate, dan real property. Dalam hal ini land dimengerti sebagai bentang lahan dengan unsur alam yang melekat di atasnya, termasuk pepohonan, air dst. Sehingga hak atas tanah meliputi benda-benda tersebut.
Sedang real estate, diartikan sebagai land + man-made permanenet improvement. Sehingga dihitung pula unsur bangunan, pagar, parit, pekerjaan (cut, fill) atas lahan tersebut.
Selanjutnya real property, adalah real estate + legal rights of real estate ownership. Hak-hak atas tanah ini termasuk hak untuk mengontrol, memagari, memiliki, menjual, menikmati atau menggunakannya. D.p.l termasuk keuntungan dari utilisasi atau pemanfaatan atas tanah tersebut.
Yang terakhir ini kiranya perlu menjadi perhatian bagi planner, bahwa pemegang hak atas tanah itu punya hak. Terkadang dalam perencanaan ruang, sepertinya diasumsikan, bahwa bentangan lahan yang disebut ruang itu sebagai ruang yang senantiasa ‘available’ untuk diperuntukkan sesuai rencana. Padahal kenyataannya tidak lah demikian, tiap bentang lahan atau tanah ada “pemegang hak” nya, yang diakui oleh negara.
Pada masa lalu, argumen “demi kepentingan umum” sudah seperti otomatis menjadi senjata ampuh dalam pelaksanaan rencana, namun di era sekarang, hak-hak itu berbicara, dan masyarakat sudah sering mempertanyakan apakah “kepentingan umum” itu memang kepentingan umum.
Sebaliknya, sampai dimana batas hak dari si pemegang “hak atas tanah” itu dalam membangun, dalam konteks lingkungannya. Ini jadi permasalahan yang layak dibahas juga.[Risfan Munir]
Systems Thinking - Pola-1: LIMITS to GROWTH, Perubahan pada Wilayah/Kota
2 tahun yang lalu
1 komentar:
Yang terakhir ini kiranya perlu menjadi perhatian bagi planner, bahwa pemegang hak atas tanah itu punya hak. tolong penjelasanya pak/ibu, ini sangat menarik sekali..soalnya saya baca di http://standarpenilaian.blogspot.com/
definisi-definis ini agak beda...
Posting Komentar